Selasa, 28 Februari 2017

HIJRAH ITU TAK MUDAH

'Hijrah' kata yang sudah tak asing lagi di telinga masyarakat indonesia, namun tak semua yang sering mendengar ktau ini tau makna Hijrah. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh: H. Dedih Surana, Drs., M.Ag. (Dosen Universitas Islam Bandung/Unisba) Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hijrah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari’at Islam.

Dengan merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw tersebut sebagaian ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari “darul kufur” menuju “darul Islam”. Keluar dari kekufuran menuju keimanan. Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri dan keluarganya terancam dalam mempertahankan akidah dan syari’ah Islam.

Sehingga kini dimaknai para muslim dan muslimah yang berubah demi menempuh jalan taqwa adalah orang yang sedang hijrah. Akupun merasakan masa ini, yang dahulu aku berhijab sesuai standart nasional hingga akhirnya berubah dengan pakaian yang lebih baik sesuai dengan yang Allah perintahkan. Perintah berhijrah terdapat dalam beberpa ayat Al-Qur’an, antara lain:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharpakn rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs. Al-Baqarah 2:218).

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni;mat) yang mulia. (Qs. Al-An’fal, 8:74)

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (Qs. At-Taubah, 9:20)

Orangtua yang mengarahkan aku mengaji TPA dan mereka yang marah ketika aku tidak shalat ataupun tidak mengaji dulu ketika kecil, itu menurutku dahulu sudah lebih dari cukup untuk mengajarkan ilmu agama padaku. Namun setelah dewasa semakin aku tau bahwa ilmu agama islam itu luas, tidak sekedar berjilbab, shalat, puasa, zakat dan membaca Al-Qur'an. Masa kegalauan dan pencarian jati diri mencapai puncaknya saat aku mengenakan seragam putih abu abu. Saat itu ada  salah seorang temanku yang menurutku lebih paham agama diantara kita, dia tidak bersalam dengan lawan jenis, padahal kita tau bagaimana pergaulan anak SMA yang sudah terbiasa berbaur antara laki laki dan perempuan tapi dia begitu menjaga dirinya. Aku yang tidak berilmu sering bercanda mungkin bisa dibilang mengejeknya dengan kata kata seperti ini "hayo kalau gak boleh pinjem (atau hal lain) nanti aku pegang", dia jawab dengan senyum dan berkata "kalau berani", aku terdiam membisu untuk beberapa detik. Aku memang sering mengejeknya tapi aku tidak pernah berani untuk menyentuhnya. Hingga akhirnya ada salah satu teman yang menjelaskan kepadaku alasan temanku itu melakukan hal itu karena sebuah hadist ""

Alhamdulillah yang telah memberikan Rahmad dan hidayah Nya kepadaku, dari itu aku mulai belajar sepertinya, menjaga jarak dengan lawan jenis. Aku sering tersenyum sendiri mengingat bagaimana cara Allah menegurku. Waktu terus berjalan, aku belajar sedikit demi sedikit ilmu agama dari teman teman SMA. Menginjak ke lingkungan kampus dan bergelar menjadi seorang perantauan. Aku memang semakin jauh dari orangtua namun justru hal ini membuatku semakin dekat dengan Allah. Aku temukan majelis ilmu yang tak aku temukan di Lampung. Teman dan lingkungan pun mendukung. Aku dipersatukan dengan seorang wanita sholihah sesuai namanya. Saat harus praktek di bidan pertama kalinya di semester 3 aku cukup khawatir karena harus menggunakan rok selama sebulan padahal aku hobi mengenakan celana gunung (bukan jens). Aku mulai percaya kalau teman dekat adalah cerminan diri, hanya dalam waktu sebulan dia bisa mempengaruhiku sedikit demi sedikit. Dia yang selalu berpakaian syar'i lengkap dengan kaos kaki meski di dalam rumah karena memang kita tinggal serumah dengan keluarga bu bidan yang jelas bukan mahram dengan kita. Aku pun mulai selalu mengenakan kaos kaki kalau ke luar rumah.

Tak sampai di situ, praktek klinik selanjutnya pun aku selalu dengannya, hingga beberapa orang sering tertukar jika memanggil kami karena kami sering berdua terus padahal sudah jelas aku dengannya secara fisik sangat berbeda. Jilbabku yang tadinya minimalis mulai memanjang ke bawah. Ketika aku di jawa memang perubahan ke arah yang baik ini mungkin sangat terasa mudah, namun ketika balik ke kampung halaman aku siap mendapatkan segala konsekuensi atas segala perubahanku. Yang mulai dilirik dengan pandangan tajam dari ujung kepala hingga ujung kaos kaki, dikomentari soal penampilan sudah biasa, dipanggil panggil ustadzah atau bu hajah di amiini saja, itu adalah bagian dari do'a. Namun yang paling menyakitkan ketika di kampung tidak ada kajian tentang islam, rasanya bisikan setan lebih sulit ditolak dibandingkan ketika dikelilingi oleh wanita sholihah.

Setelah lulus akupun balik ke lampung, aku mencari majelis ilmu agama terdekat, alhamdulilah ada jalan, aku mendapatkan kontak ustadzah yang mungkin jarak perjalanan ke tempat mengaji hanya 1/2 jam. Belum sempat aku bersua dengan majelis itu, aku sudah harus ke jawa untuk test lanjut kuliah D4. Bersambung....
 

Senin, 27 Februari 2017

MENGHEMAT WAKTU DENGAN AL-QUR'AN

Ribuan cara digunakan manusia agar waktu 24 jam dalam sehari itu cukup untuk segala kegiatannya, mulai dari mengatur jadwal harian agar tak ada kegiatan yang tabrakan, menciptakan robot untuk membantu pekerjaan, bahkan aku pernah mendengar akan diciptakan sebuah kendaraan seperti kapsul yang dapat melaju seperti kecepatan suara. Aku tidak tau apa yang ada dibenak manusia ingin mengubah dunia sesuai kemauan mereka, hayalan mereka pun sampai pada pembuatan mesin waktu, sepertinya itu mustahil kecuali Allah berkehendak atas itu. Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali, waktu yang sekarang tak mungkin hilang dan waktu yang akan datang tak mungkin dipercepat. Detik demi detik terus berlalu berganti menit, menit berganti jam dan jam pun berganti menjadi hari,seterusnya.

Meski mesin waktu tak bisa dibuat, tapi kita bisa tau kejadian masa lalu dan masa depan lewat Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah. Kita memang tidak ada di saat kejadian yang telah dikisahkan oleh Al-Qur'an namun kita harus percaya bahwa al-Qur'an 100 % benar. Apakah kau masih meragukan kebenarannya? mari kita baca surat Al-Baqarah ayat 23

 وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar.(QS. 2:23)

Nah yang masih ragu tentang Al-Qur'an ditantang Allah, sanggup gak? nulis buku saja belum tentu mampu, apalagi membuat ayat semisal Al-Qur'an. Mulai dari tetang agama hingga ilmu pengetahuan (sains), kisah masa lalu hingga masa depan semua sudah tercantum dalam Al-Qur'an. Ini lanjutan dari tantangan Allah,

 فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya)--dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.(QS. 2:24)

Ayat ini menegaskan bahwa semua makhluk Allah tidak akan sanggup membuat tandingan terhadap satu ayat pun dari ayat-ayat Alquran. Karena itu, hendaklah manusia memelihara dirinya dari api neraka dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Alquran. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah swt :

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءَانِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

Artinya: Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lain." (Q.S Al Isra': 88)

Hayo masih belum percaya dengan Al-Qur'an, Om Tobat Om perbanyak istigfar. Al-Qur'an bukan sekedar pajangan di lemari atau benda untuk simbolis dalam pemberian mahar, jauh lebih dari itu Al-Qur'an adalah pedoman untuk hidup kita, segala solusi dari masalah kita ada di Al-Qur'an. Namun sayangnya ketika ada masalah kita lupa membuka pedoman kita, makanya kita tersesat dan masalah tak terselesaikan. Mengaku islam tapi sudah pernah khatam membaca terjemah Al-Qur'an tidak? kenapa yang ditanya baca terjemahnya? karena aku yakin tak semua muslim menguasai bahasa Al-Qur'an sehingga untuk paham isinya kita tak cukup membaca Al-Qur'an saja tanpa terjemahannya (tanpa memungkiri bahwa membaca Al-qur'an saja sudah mendapat pahala). Sebagian orang lebih asyik membaca novel atau komik, padahal di Al-Qur'an banyak kisah yang tak kalah menarik dan nyata bukan khayalan seperti kisah drama buatan manusia.

Lalu bagaimana Al-Qur'an bisa menghemat waktu kita? caranya cukup simple, sering sering saja membaca Al-Qur'an. Secara akal orang yang membaca Al-Qur'an justru mengurangi jatah waktunnya untuk melakukan kegiatan lain. Aku akan mengajak akal kita berpikir ulang tentang pernyataan tersebut, siapa yang memiliki waktu, siapa yang memberikan masalah dan solusinya, siapa yang mengatur segalanya yang ada di alam semesta? Siapa lagi selain Allah, Hanya kepadanya aku menyembah dan hanya kepadaNya aku memohon pertolongan. Jika kita asyik dan sibuk membaca firman Allah, Allah yang akan membatu mempermudah segala urusan kita sehingga waktu terasa berkah. Dikatakan berkah jika dengan waktu yang sedikit itu bisa kita melakukan banyak hal.

Berikut adalah contoh Ulama yang begitu mencintai Al-Qur'an
Contoh pertama dari seorang ulama yang bernama Al-Aswad bin Yazid –seorang ulama besar tabi’in yang meninggal dunia 74 atau 75 Hijriyah di Kufah- bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam. Dari Ibrahim An-Nakha’i, ia berkata,

كَانَ الأَسْوَدُ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي رَمَضَانَ فِي كُلِّ لَيْلَتَيْنِ
“Al-Aswad biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan setiap dua malam.” (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51). Subhanallah … Yang ada, kita hanya jadi orang yang lalai dari Al-Qur’an di bulan Ramadhan.
Disebutkan dalam kitab yang sama di luar bulan Ramadhan, Al-Aswad biasa mengkhatamkan Al-Qur’an dalam enam malam. Waktu istirahat beliau untuk tidur hanya antara Maghrib dan Isya. (Siyar A’lam An-Nubala, 4: 51)
Ada seorang ulama di kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Da’amah yang meninggal tahun 60 atau 61 Hijriyah dan salah seorang murid dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu. Beliau ini sampai dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hambal sebagai ulama pakar tafsir dan paham akan perselisihan ulama dalam masalah tafsir. Sampai-sampai Sufyan Ats-Tsaury mengatakan bahwa tidak ada di muka bumi ini yang semisal Qatadah. Salam bin Abu Muthi’ pernah mengatakan tentang semangat Qatadah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an,

كَانَ قَتَادَة يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي سَبْعٍ، وَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ خَتَمَ فِي كُلِّ ثَلاَثٍ، فَإِذَا جَاءَ العَشْرُ خَتَمَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Qatadah biasanya mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkan setiap malamnya.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 5: 276)
Muhammad bin Idri Asy-Syafi’i yang kita kenal dengan Imam Syafi’i yang terkenal sebagai salah satu ulama madzhab sebagaimana disebutkan oleh muridnya Ar-Rabi’ bin Sulaiman,

كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سِتِّيْنَ خَتْمَةً
“Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.” Ditambahkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa khataman tersebut dilakukan dalam shalat. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36). Bayangkan, Imam Syafi’i berarti mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali. Subhanallah …
Ibnu ‘Asakir adalah seorang ulama hadits dari negeri Syam, dengan nama kunyah Abul Qasim, beliau penulis kitab yang terkenal yaitu Tarikh Dimasyq. Anaknya yang bernama Al-Qasim mengatakan mengenai bapaknya,

وكان مواظبا على صلاة الجماعة وتلاوة القرآن، يختم كل جمعة، ويختم في رمضان كل يوم، ويعتكف في المنارة الشرقية، وكان كثير النوافل والاذكار
“Ibnu ‘Asakir adalah orang yang biasa merutinkan shalat jama’ah dan tilawah Al-Qur’an. Beliau biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap pekannya. Lebih luar biasanya di bulan Ramadhan, beliau khatamkan Al-Qur’an setiap hari. Beliau biasa beri’tikaf di Al-Manarah Asy-Syaqiyyah. Beliau adalah orang yang sangat gemar melakukan amalan sunnah dan rajin berdzikir.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 20: 562)

Sumber : https://rumaysho.com/11162-kisah-menakjubkan-para-ulama-mengkhatamkan-al-quran-dalam-sehari.html

Secara logika saja ya, aku kalau baca al-qur'an itu 1 juz paling tidak 1 jam. Jika Imam Syafi'i mengkhatamkan Al-Qur'an dalam sehari 2 kali berarti seharusnya waktu yang dibutuhkan adalah 60 jam, namun Allah memberikan keberkahan waktu pada Imam Syafi'i. Terlihat kurang masuk akal untukku tapi itulah kuasa Allah yang jika berkehendak tinggal mengatakan "Jadilah" maka akan terjadi. Ehm... mungkin nggak ya kita bisa seperti mereka, tak ada yang tak mungkin jika kita mau berusaha dengan disertai Rahmad dan hidayah Allah. Sudah jangan terlalu menyulitkan diri 60 kali dalam sebulan, minimal khatam Al-Qur'an 1 kali saja dalam bulan ramadhan. "Jangan tunggu waktu luang tapi luangkan waktu", masa Allah yang menghidupkanmu dan memelihara hidupmu hanya kau berikan waktu waktu sisa saja. Bulan Ramadhan tahun kemarin aku mendengar kisah imam Syafi'i yang mengkhatamkan Al-Qur'an 60 kali dalam bulan Ramadhan, aku pun mengeshare semangat membaca Al-Qur'an di BBM. Spontan temanku kuliah personal chat ke aku, menanyakan tentang hadits yang melarang khatam Al-Qur’an kurang dari tiga hari. Karena ilmuku di bawah rata rata, aku pun bingung, alhamdulillah melalui diskusi kita dapatkan titik tengah. Berikut penjelasan yang aku dapatkan dari rumaysho.com

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ فِى كَمْ أَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ « فِى شَهْرٍ ». قَالَ إِنِّى أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ وَتَنَاقَصَهُ حَتَّى قَالَ « اقْرَأْهُ فِى سَبْعٍ ». قَالَ إِنِّى أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ. قَالَ « لاَ يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَهُ فِى أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثٍ »
“Wahai Rasulullah dalam berapa hari aku boleh mengkhatamkan Al-Qur’an. Beliau menjawab, “Dalam satu bulan.” ‘Abdullah menjawab, “Aku masih lebih kuat dari itu.” Lantas hal itu dikurangi hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Khatamkanlah dalam waktu seminggu.” ‘Abdullah masih menjawab, “Aku masih lebih kuat dari itu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Tidaklah bisa memahami jika ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari.” (HR. Abu Daud no. 1390 dan Ahmad 2: 195. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Al ‘Azhim Abadi menyatakan bahwa hadits di atas adalah dalil tegas yang menyatakan bahwa tidak boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari. (‘Aun Al-Ma’bud, 4: 212)
Para ulama menjelaskan bahwa yang ternafikan dalam hadits adalah ketidakpahaman, bukan pahalanya. Artinya, hadits tersebut tidaklah menunjukkan tidak boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari. Yang dimaksudkan dalam hadits adalah jika mengkhatamkan kurang dari tiga hari sulit untuk memahami. Berarti kalau dilakukan oleh orang yang memahami Al-Qur’an seperti contoh para ulama yang penulis sebutkan di atas, maka tidaklah masalah.
Dalam Lathaif Al-Ma’arif (hal. 306) disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali, “Larangan mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari itu ada jika dilakukan terus menerus. Sedangkan jika sesekali dilakukan apalagi di waktu utama seperti bulan Ramadhan lebih-lebih lagi pada malam yang dinanti yaitu Lailatul Qadar atau di tempat yang mulia seperti di Makkah bagi yang mendatanginya dan ia bukan penduduk Makkah, maka disunnahkan untuk memperbanyak tilawah untuk memanfaatkan pahala melimpah pada waktu dan zaman. Inilah pendapat dari Imam Ahmad dan Ishaq serta ulama besar lainnya. Inilah yang diamalkan oleh para ulama sebagaimana telah disebutkan.

Mungkin kalau kisah ulama, kita akan mengatakan "Yah itu kan ulama". Sekarang aku ingin bercerita tentang kisahku sendiri. Aku yang bukan ulama, hanya seorang yang fakir ilmu. Jika ada yang baik dalam kisah ini boleh diambil pelajaran namun jika ada hal yang buruk mohon bantu diluruskan.

Ramadhan tahun kemarin, Alhamdulillah yang telah mengizinkan aku untuk menikmati ramadhan di pulau jawa, tepatnya solo. Suasananya lebih terasa karena terdapat banyak kajian di sini, berbeda dengan di kampung tercinta, Way Kekah yang majelis ilmu agama masih langka, kita do'akan semoga kampungku bisa seperti solo dan jogja yang hampir tiap waktu ada kajian bahkan di waktu yang sama ada kajian yang berbeda. Niatku di solo bukan hanya sekedar menikmati bulan suci namun untuk mendaftar kuliah D4 Kebidanan, inilah sekanario terbaik dari Allah. Aku yang hanya berbekal latihan soal satu kali saja di rumah dengan nekat daftar kuliah di salah satu kampus idaman di Solo, yaitu Universitas Sebelas maret. Begitu sampai di Solo aku diajak main sama keluarga temenku, yah maklum kangen sudah lama tak jumpa. Malam harinya aku baru sempat memegang buku soal, mungkin tidak sampai 5 menit aku membaca aku sudah tertidur lelap. 

Esok harinya waktunya untuk aku ujian, yang jadi bahan ujian itu materi jaman SMA yang sudah 3 tahun lamanya tidak aku pelajari. Namun saat yang lain sibuk memegang soal dan pensil untuk belajar sambil menunggu ujian dimulai, aku  justru masih asyik membaca Al-Qur'an. Allah melipat gandakan pahala termasuk pahala membaca al-Qur'an saat bualan ramadhan, sehingga aku tidak mau melewatkan waktu emas ini. Dan aku percaya bahwa Allah akan memberikan kemudahan jika kita berusaha menjalankan perintahnya. Bel masuk berbunyi, aku pun masuk ke ruangan ujian dengan santai. Aku kerjakan semua soal meski aku tau sistem penilaian menggunakan minus jika salah.Ujian telah berlalu kini waktunya menunggu.

Pagi hari setelah ujian saat saur ada suara telfon berdering, tertulis nama "Aibuku". Aku kira ibu mau bangunin aku sahur ternyata sepagi itu ibu cuma mau mengabari bahwa aku keterima di UNS. bersyukur, kaget dan nggak nyangka, sepertinya janji Allah benar. Ini semua terlepas dari aku yang malas belajar, seharusnya usaha tetap maksimal tapi taqwa yang utama. Padahal mungkin bisa jadi ada peserta yang lain yang lebih besar usahanya, namun jika kita sudah menggandeng yang memiliki alam ini, apapun mungkin terjadi. Selain kisah ini, aku sudah merasakan the power of Al-qur'an, setiap aku bisa menyelesaikan 1 hari 1 juz, aku merasa waktuku begitu longgar, urusanku selalu dipermudah. Kalau kalian tidak percaya dicoba saja, jika merasa sulit untuk membiasakan one day one juz maka carilah teman yang bisa selalu mengingatkan, mungkin ikut komunitas ODOJ bisa jadi pilihan. Baca, pelajari, dan amalkan Al-qur'an lalu rasakan efek yang luar biasa.

Minggu, 26 Februari 2017

URGENSI ILMU

Setelah sebulan lamanya tak bersua dengan majelis ilmu agama, Alhamdulillah yang telah memberikan aku kesempatan untuk bisa tetap menuntut ilmu Nya.

Hari ini jadwal halaqoh, kajian inilah yang selalu dirindukan. Sebuah kajian kontinu dengan sebuah lingkaran kecil. Jika ta'lim seperti tabligh akbar mungkin kita tak kenal sebelah kiri kanan tapi di sini kami seperti dipersaudarakan. Saling mengingatkan dalam kebaikan, tak sekedar kenal nama tapi masalah pribadi pun kita bicarakan untuk temukan solusi secara syar'i.

Mukhodimah kali ini dari murabiah begitu menyentuh hati. Beliau berkata bahwa beliau bisa saja tak datang ke majelis ini karena udzur syar'i namun beliau sangat rindu kami dan tarbiyah ini beliau rela menempuh jarak yang tak bisa dibilang dekat, sragen - jogja. Beliau bisa hadir di antara kita pun tak serta merta dari usahanya namun karena Rahmad dan hidayah Nya. Mata beliau pun berkaca kaca, seperti haru bisa tarbiyah.

Berapa banyak orang di luar sana yang sedang sibuk dengan urusan dunia hingga lupa kewajibannya. Menuntut ilmu agama itu wajib hukumnya, bukan untuk jadi ustadz dan ceramah di atas mimbar tapi agar ibadah kita memiliki dasar ilmu. Tanpa ilmu apakah kita tau cara berwudhu, jika caranya salah maka wudhunya tak sah, jika wudhu tak sah maka shalat pun tak sah. Amal kita jadi percuma tanpa ilmu agama. Ini pentingnya menurut ilmu.

Mungkin kita bisa belajar lewat membaca buku, apalagu sekarang semua mudah diakses lewat sebuah kotak canggih dalam genggaman kita. Tinggal sentuh sentuh apa yang kita cari sudah dapat dimunculkan asal ada kuota atau terkoneksi hotspot. Namun tetap berbeda sensasi menurut ilmu lewat membaca dengan berkumpul semacam ini. Siapa yang menjamin semua buku benar, bisa salah cetak, tapi kalau majelis seperti ini kita salah maka banyak yang mengingatkan dan murabiah meluruskan. Selain itu pahalanya InsyaAllah di sisi Allah juga beda dengan yg santai santai membaca sambil tiduran.

Ketika malas dalam menuntut ilmu jadi ingat perkataan seorang moderator "jangan pernah lelah memperjuangan islam karena manisnya surga tidak dirasakan oleh orang yang hanya duduk diam di kamar kosan". Ini menohok sekali untukku yang bermimpi masuk surga dan menatap wajah Allah.

Sesampainya di rumah dapat kiriman WA yang isinya begini

*~ SUNGGUH AKU MASIH SANGAT KURANG ~*

Oleh : Sania Rifa

Hari itu aku baru saja selesai kuliah pukul 3 sore. Aku memutuskan untuk menuju masjid fakultas sembari menunggu azan Asar dan sholat Asar berjamaah. Sudah lama aku tak mengunjungi masjid fakultas, mungkin karena akhir-akhir ini aku sangat disibukkan dengan tugas akhirku. Maklum, mahasiswa tingkat akhir.

“Assalamu’alaykum, Mbak Fatimah. Apa kabar mbak? Udah lama ga ketemu nih”

Suara yang aku kenal membuyarkan lamunanku yang sedang duduk menunggu iqamah sholat Asar.

“Wa’alaykumsalam Husna, Alhamdulillah baik. Iyanih, mbak udah jarang ke masjid sekarang”

Pembicaraanku dengan Husna segera dipotong oleh iqamah salat Asar. Aku, Husna dan jamaah wanita lainnya segera mengambil tempat di shaf pertama dan merapatkan shaf sholat. Seusai sholat Asar aku tidak langsung pulang. Aku sengaja ingin menikmati waktu-waktu di masjid, mengobati rasa rindu serta menemukan ketenangan yang entah mengapa selalu bisa aku temukan di masjid.

Kebanyakan jamaah wanita setelah sholat dan berdoa, akan mematut diri di cermin sebentar kemudian pergi keluar masjid. Namun, ada satu jamaah wanita yang menarik perhatianku. Sudah 30 menit setelah solat Asar selesai, namun dia masih terduduk diam tak berpindah dari tempat sholatnya tadi. Itu Husna, adik tingkatku yang tadi menyapaku. Aku sengaja menunggu Husna, hingga akhirnya dia bangkit dan menggantungkan mukena yang dipakainya. Wajahnya tertunduk dan tak melihatku yang duduk di sisi kanan masjid.

“Husna,”aku memanggilnya sambil tersenyum dan melambaikan tanganku.

“Lama banget doanya, Na. Doain apa sih? Jangan lupa doain skripsi Mbak cepet selesai ya”

“Oh mbak Fatimah masih disini? Doain banyak macem mbak. Hehe. Soalnya ini hari Jumat jadi mau manfaatin waktu-waktu doa di ijabah aja mbak.”

“MasyaAllah, ukhti. Nanti abis solat Maghrib deh, jangan lupa doain ya. Eh doain abis setiap kamu solat juga lebih bagus,”balasku.

“Iya, insyaAllah Husna doain mbak”jawabnya sambil tersenyum kecil.

“Eh Na, emang sekarang lagi sibuk apa? Kok kayak banyak pikiran gitu sih? Cerita sini”

Husna pun mengambil tas nya dan duduk di depanku. Menjawab dengan jawaban mahasiswa pada umumnya bahwa dia sedang sibuk kuliah dan organisasi. Bercerita tentang sulitnya mata kuliah yang dia ambil, laporan yang tak kunjung berhenti, serta banyaknya agenda rapat dari organisasi yang dia ikuti. Kami mengobrol banyak hal, sesekali aku memberikan saran kepadanya bila memang masalahnya dulu pernah aku hadapi. Hingga akhirnya dia bertanya tentang suatu hal.

“Mbak, menurut mbak kontribusi apa yang bisa kita berikan untuk Islam?”

“Eh, kontribusi? Menurutku kamu belajar sungguh-sungguh dan ikut organisasi di fakultas ini sudah bisa jadi kontribusi kok,”jawabku sekenanya.

Ada rona tidak puas di wajahnya saat mendengar jawabanku. Seakan berkata, duh kalo gitu Husna juga tau, mbak. Akhirnya dia bercerita panjang lebar kenapa sampai menanyakan pertanyaan tersebut. Belakangan ini dia rutin mengikuti kajian dengan tema Sirah Nabawiyah. Sudah pertemuan ke tujuh, katanya. Kajiannya sudah mulai membahas dakwah Nabi Muhammad secara terang-terangan. Tentang sabarnya Nabi Muhammad dalam mendakwahi suku Quraisy meski dicaci maki, diperlakukan kasar dan hampir dibunuh. Tentang budak Muslim yang tetap bertahan dalam keimanan kepada Allah meski disiksa dengan sangat keji oleh tuannya. Tentang Abu Bakar yang kadar keimanannya sangat tinggi, langsung percaya apapun yang dikatakan Nabi Muhammad dan langsung menyebarkan dakwah Islam setelah dirinya masuk Islam. Tentang Hamzah yang rela membela Nabi Muhammad saat dikeroyok suku Quraisy dan akhirnya diberikan Allah hidayah untuk masuk Islam. Serta tentang segala perjuangan dakwah Islam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya.

“Iya, mbak. Aku jadi sedih dengan diriku sendiri setelah tau perjuangan Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dalam mendakwahkan Islam. Sedangkan aku di sini, hidup enak, bisa kuliah, mau ibadah ga ada yang nyiksa, tapi ngelakuin ibadah aja masih kendor.”

Selanjutnya Husna bercerita tentang orang-orang yang kisah hidupnya menginspirasi. Ada seorang ustad yang hidupnya mengabdikan diri di pesantren di daerah terpencil, membimbing anak-anak di daerah tersebut menjadi hafidz dan hafidzah. Ada seorang Ibu yang sangat berprestasi, memilih menjadi ibu rumah tangga, menjadi madrasah pertama untuk anak-anaknya untuk kemudian setelah anaknya sukses masih tetap semangat melanjutkan lagi sekolahnya karena ingin terus memberi manfaat dari ilmunya. Ada seorang pengusaha yang dulunya jatuh bangun mengejar kesuksesan, namun setelah sukses dia tidak egois dan justru membangun panti asuhan di beberapa daerah. Ada seorang dokter yang meski hidupnya sederhana tapi rela membuka klinik gratis di rumahnya untuk orang-orang tidak mampu.

“Husna kagum dengan mereka mbak. Mereka yang kontribusinya bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Husna juga pengen kayak mereka. Tapi Husna belum tau bisa berkontribusi apa. Makanya tadi abis sholat Asar, Husna curhat ke Allah. Minta tolong Allah supaya Husna bisa berkontribusi dalam Islam dan memberikan manfaat bagi banyak orang. Doain ya Mbak, mungkin Husna sekarang belum bisa kasih apa-apa, kontribusi Husna masih sangat kurang tapi semoga nanti ke depannya Allah tunjukkin jalan biar Husna bisa jadi “sesuatu” juga.”jelasnya panjang lebar.

Seakan mendapat pukulan telak, aku hanya bisa terdiam. Husna, adik tingkatku yang sebenarnya tidak biasa-biasa saja, justru mengeluhkan sedikitnya kontribusi yang telah dia berikan. Padahal lihatlah, Husna adalah mahasiswa berprestasi, sering mengikuti olimpiade sejak SMP, sering memenangkan perlombaan karya tulis ilmiah, aktif di beberapa organisasi kampus, relawan di lembaga kemanusiaan, dan tentang ibadahnya, jangan ditanya. Menurutku dia sosok muslimah dengan ibadah dan akhlak yang sangat baik.

“Sungguh, aku masih sangat kurang” adalah kalimat yang justru lebih pantas ditujukan kepadaku. Selama ini aku hanya memikirkan diriku sendiri. Seperti sekarang saja aku berlagak seakan menjadi manusia yang paling menderita hanya karena mengurusi tugas akhir. Aku tak pernah memikirkan kontribusi apa yang bisa aku berikan untuk menjadi bermanfaat bagi orang lain. Ya Allah, maafkan aku.

Husna, terima kasih telah menyadarkanku dan izinkan aku meminjam doamu.

“Ya Allah, sungguh ibadahku dan kontribusiku dalam Islam masih sangat kurang. Namun aku bersyukur karena Engkau telah menempatkanku pada lingkungan orang-orang hebat yang senantiasa menginspirasi dan memberi manfaat. Maka dari itu Ya Allah, jangan jadikan aku hanya sebagai penikmat saja. Jadikanlah aku sebagai penggerak dan pemberi manfaat. Tunjukkanlah padaku jalan untuk memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam rangka beribadah kepadaMu. Aamin”

Semakin menciut, bahkan ana tak pantas menjadi setitik buih lautan yang menggambarkan umat islam. Masih pantaskah kita diam, ayo ambil pena, kertas atau androidmu untuk membantu menuntut

Sabtu, 25 Februari 2017

APA ITU CINTA

Bicara cinta pastilah yang ada dibenak kita adalah sesuatu yang indah indah. Cinta yang telah membuatku tersenyum malu ketika ada kehadirannya, cinta yang membuatku berkhayal bisa memiliki buku merah dan hijau dengannya, cinta yang membuatku berkorban sesuatu yang ada pada diriku, dan terkadang cinta yang menggerakan kita untuk melakukan sesuatu di luar batas kemampuan kita. Jatuh cinta adalah hal yang fitrah, pelabuhan cinta yang kita tuju tidak dapat kita paksakan, namun implementasi cinta bisa jadi pilihan. Implementasi cinta terbaik pada lawan jenis adalah dengan khitbah lalu menikah bukan dengan bunga ataupun coklat. Para jomblo jangan baper, yang punya pacar yang harusnya baper dan putusin pacarnya. Tak ada alasan apapun untuk pacaran sebelum pernikahan, ini tentu sudah jelas dalam al-Qur'an

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan mendekatinya, yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan pendorong-pendorongnya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini di dalam tafsirnya, “Larangan mendekati zina lebih mengena ketimbang larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya, terlebih lagi dalam masalah zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan zina.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)
 
Kalau pacarannya tidak mendekati zina, itu pacaran yang model apa? pacaran gak pegang tangan, gak bersentuhan kulit, gak ketemu atau pergi berduaan, gak sayang sayangan, gak sering telfonan dan smsan. Kalau gini mah bukan pacaran namanya. Memikirkan si dia saja sudah jadi zina pikiran, terus gimana caranya pacaran positif tanpa mendekati zina. Dicek saja pengertian istilah pacaran itu sendiri apa, sebenarnya tak penting pacaran atau tidak yang jelas seuatu yang mendekati zina itu dilarangan.

Tak ada cinta yang tak membahagiakan jika terbalaskan, dan tak ada cinta yang menyakitkan selain sebuah penghianatan. Cinta yang menyakitkan tidak akan kita rasakan jika cinta utama hanya kita berikan pada Sang Pencipta karena inilah cinta positif. Sedangkan istilah cinta bertepuk sebelah tangan, cinta segitiga, cinta buta tanpa logika hanya kita temukan pada kisah cinta para pemuda dan pemudi. Berapa banyak anak muda galau karena cinta bahkan ada yang hingga berujung pada bunuh, ini tidak akan terjadi jika mereka tidak terlalu berharap dan mencintai manusia melebihi cintanya pada Sang Pencipta.

Lalu bagaimana agar cinta utama bisa berlabuh pada Allah saja? Tak kenal maka tak sayang, ini peribahasa yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jika ingin mencintai sesuatu kita harus mengenal, dekat barulah cinta itu bersmidi hati. Apakah kita sudah cukup kenal dengan Pemilik seluruh alam ini? Siapakah Dia?

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah : 186)

Jika kita ingin lebih mengenal Allah maka bacalah segala firman-Nya dalam Al-Qur'an. Orang yang mencintai Allah akan bergetar hatinya ketika dibacakan ayat suci Al-qur'an, ini sama halnya ketika kita mendengar suara orang yang kita cintai, hati bergetar, wajah memerah, dan ujung bibir sedikit naik sehingga membentuk sebuah sudut senyum. Cintai tanpa bukti sama saja omong kosong, jika ingin membuktikan cintamu kepada Allah adalah ikuti Rasulullah, sesuai dengan firman Allah,

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Āli ‘Imrân/3: 31)

Yang membedakan cinta pada Sang Pencipta dengan cinta ciptaannya adalah bentuk balasannya, mungkin jika cintamu terbalaskan oleh orang yang kau cintai yang kau dapatkan hanya pengucapan janji suci dengan menjabat tangan walimu di depan penghulu (bukan berarti menyepelekan hal ini), tapi jika Pencipta yang membalas cinta kita, sungguh luar biasa.

Buah manis lain untuk orang yang telah dicintai Allah adalah ia akan dicintai dan diterima di tengah penduduk bumi. Disebutkan dalam al-Shahih,
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ الْعَبْدَ نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحْبِبْهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ
"Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Dia menyeru, sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia. Lalu Jibril mencintainya. Kemudian Jibril menyeru penghuni langit, sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia oleh kalian. Lalu penghuni langit mencintainya. Kemudian diberikan padanya penerimaan di bumi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, lafadz milik Al-Bukhari)
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2012/09/25/20826/jika-allah-sudah-cinta-kepada-hamba/#sthash.9KZv0MJi.dpuf
Buah manis lain untuk orang yang telah dicintai Allah adalah ia akan dicintai dan diterima di tengah penduduk bumi. Disebutkan dalam al-Shahih,
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ الْعَبْدَ نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحْبِبْهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ
"Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Dia menyeru, sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia. Lalu Jibril mencintainya. Kemudian Jibril menyeru penghuni langit, sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia oleh kalian. Lalu penghuni langit mencintainya. Kemudian diberikan padanya penerimaan di bumi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, lafadz milik Al-Bukhari)
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2012/09/25/20826/jika-allah-sudah-cinta-kepada-hamba/#sthash.9KZv0MJi.dpuf
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda:
”Sesungguhnya apabila Allah mencintai seseorang, maka Dia akan memanggil malaikat Jibril seraya berseru: ‘Hai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai si fulan. Oleh karena itu, cintailah ia! ‘ Rasulullah bersabda: ‘Akhirnya orang tersebut pun dicintai Jibril. Setelah itu, Jibril berseru di atas langit; ‘Sesungguhnya Allah mencintai si fulan. OIeh karena itu, cintailah ia! ‘ Kemudian para penghuni langit pun mulai mencintainya pula.’ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Setelah itu para penghuni bumi juga mencintainya.’ Sebaliknya, apabila Allah membenci seseorang, maka Dia akan memanggil malaikat Jibril dan berseru kepadanya: ‘Sesungguhnya Aku membenci si fulan. Oleh karena itu, bencilah ia.’ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Lalu malaikat Jibril berseru di langit; ‘Sesungguhnya Allah membenci si fulan. OIeh karena itu, bencilah ia!” Kemudian para penghuni langit membencinya. Setelah itu para penghuni dan penduduk bumi juga membencinya.” (Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a., Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 40, hadits no. 6873)
Buah manis lain untuk orang yang telah dicintai Allah adalah ia akan dicintai dan diterima di tengah penduduk bumi. Disebutkan dalam al-Shahih,
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ الْعَبْدَ نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحْبِبْهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ
"Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Dia menyeru, sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia. Lalu Jibril mencintainya. Kemudian Jibril menyeru penghuni langit, sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah ia oleh kalian. Lalu penghuni langit mencintainya. Kemudian diberikan padanya penerimaan di bumi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, lafadz milik Al-Bukhari)
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2012/09/25/20826/jika-allah-sudah-cinta-kepada-hamba/#sthash.9KZv0MJi.dpuf

Masih ragu untuk tidak mengutamakan cinta kepada Allah dibandingkan cinta yang lain? Jangan buang buang waktumu karena kematian bisa datang kapan saja, tanpa Rahmad-Nya kita hanya seonggok daging yang tak ada nilainya.

Jumat, 24 Februari 2017

MERAH JAMBU SOSIAL MEDIA



Adab adab di Sosial Media
1.    Berteman dengan orang yang baik saja, terutama berteman dengan orang yang kita kenal di dunia nyata karena orang yang benar bisa menolong kita adalah teman pada kenyatan bukan teman dunia maya
2.    Menjaga diri baik dengan tidak secara menyinggung seseorang karena bisa merangsang oranglain suuzon.
3.    Memastikan kebenaran suatu berita, jangan karena terlihat lucu dan bagus langsung share karena jika itu tidak benar sama saja kita menyebarkan kebohongan. Harus Tabayyun sebelumnya, pastikan sumber terpecaya (website resmi, cek penulisnya)
4.    Atur waktu dan hati. Jangan sampai diperbudak oleh gadge hingga merasa hidup hampa tanpa gadget, jangan menjadi manusia yang bodoh karena seharusnya yang membuat HP lebih pintar dari HP itu sendiri. Jaga hati, jika dahulu melihat lawan hanya bisa sebentar karena malu kalau ketauan lagi memperhatikan dan bisa dialihkan pandangannya, tapi saat ini jaman memfasilitasi maksiat bagi yang memanfaatkannya yaitu dengan melihat foto lawan jenis di sosial media, bisa puas lihatnya tanpa diketahui oranglain. Selain itu hindari modus modus chatting yang menjurus, missal saling mengingatkan shalat tahajud, bukan kan bisa saling mengingatkan sesama akhwat atau sesame ikhwan, kenapa akhwat yang bangun tahajud ikhwan yang bukan mahramnya atau sebaliknya, ini bisa melahirkan warna  merah jambu di dalam dada. Dan ingat akhwat atau ikhwan yang membangunkanmu tahajud belum tentu shalat tahajud, siapa tau dia miscall terus tidur lagi. Wallahu’alam

Semua apa yang kau tulis atau sebarkan di dunia maya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah, seperti halnya perkataan lisanmu yang akan dimintai pertanggung jawaban. Jadi jangan sembarangan memposting dan upload.

Seorang nenek berusia 75 tahun bercerita padaku
Zaman sekarang aneh ya
Aneh gimana yang?
Ya aneh, di rumah sebelah itu, yang satu di pojok sini (sambil mengarahkan jarinya seperti benar benar ada ruangan di tersebut di depannya) laptopan, yang dua main HP, satunya lagi asyik nonton TV. Zaman dulu gak kayak gitu, harusnya ya minimal 1 jam gitu ngumpul ngobrol bareng”
Iya yang, sekarang komunikasi mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat
Ya jadi kurang peduli dengan lingkungan sekitar

Ini kesaksian seorang nenek yang merasakan dinginnya dunia nyata sedang kita ramai dengan dunia maya. Seseorang yang kau sebut teman di dunia maya, ketika kau susah akan hanya bilang sabar ya, saat kau sakit hanya bilang GWS. Padahal  seharusnya seorang teman apalagi sesame muslim yang terikat dalam ikatan aqidah adalah bersaudara, saling tolong menolong, ketika sakit dijenguk, ketika sudah dibantu semampunya, indah kan dunia nyata daripada dunia maya

Kamis, 23 Februari 2017

MENGEJAR YANG TAK PASTI

Pernahkah kalian menargetkan sesuatu dalam hidup ini? pasti pernah. Setiap manusia pasti memiliki keinginan, tujuan ataupun impian begitupun aku. Ketika masih SD orangtuaku memberikan reward bagi anaknya yang bisa mendapatkan ranking 1 atau 2 atau 3 di kelas. Setiap anak memiliki keinginan yang berbeda, jika kedua saudara laki lakiku lebih suka meminta Playtasion atau semacam mobil mobilan Tamia yang sedang buming saat itu, berbeda denganku yang meminta hadiah benang atau penik pernik membuat kerajinan tangan. Yang kami capaipun berbeda, meski aku terlihat rain namun Allah memberikan kelebihan kepada kedua saudara laki lakiku, mereka hampir selalu mendapat peringkat 1 di kelas ketika SD, sedang aku mentok di peringkat 3 itupun seingatku hanya 1 kali. Orangtuaku sadar setiap anak diberikan kemampuan yang berbeda, sehingga mereka tidak mendiskrimiasikan aku. Mereka selalu berusaha memberikan sesuat dengan adil.

Kini aku bukan anak kecil yang bisa ditawari mainan untuk sebuah tujuan, reward bukan lagi orangtua yang berikan karena itu mungkin sudah tak mempan (berpengaruh). Aku melakukan sesuatu karena kesadaran diriku sendiri, aku ingin sesuatu karena aku tau itu terbaik untukku. Apakah yang aku ingin saat ini? Jika harta, bisa habis kapan saja dengan mudahnya.  Jika kedudukan, rasanya hidup tak tenang karena bawahan selalu ingin menjatuhkan. Jika popularitas, tak nyaman karena apapun yang dilakukan selalu diberitakan. Lalu apa yang harus aku inginkan? Jika aku tidak tau apa yang aku inginkan bagaimana aku bisa melakukan seuatu untuk sebuah tujuan.

Ketika SD aku ingin SMP, ketika SMP aku ingin SMA, ketika SMA aku ingin kuliah tapi setelah aku kuliah aku ingin SD lagi, rasanya enak hidup isinya hanya bermain tanpa punya masalah darimana uang didapat, makan pakai apa, belum masalah yang lain. Tapi itu tidak mungkin, waktu terus bergulir dan tak mungkin kembali, kalau begitu jika sedang kuliah aku ingin nikah saja (lho becanda tapi serius). Terus saja detik demi detik ku lalui, aku hidup layaknya oranglain pada umunya hidup. Bangun pagi dengan semangat, siang beraktivitas melakukan sesuatu yang menurutku baik, malam hari tinggallah lelah yang tersisa, terus seperti itu hari hariku selama ini. Bukan aku tak memiliki impian,aku ingin menjadi orang yang bermanfaat, aku ingin membuat orangtua bangga memiliki anak sepertiku, aku ingin masuk surga. Namun aku selalu merasa cukup dengan kehidupan ini, terlebih masalah akhirat, setan atau diriku sendiri yang membisikan dalam pikiran bahwa aku sudah lebih baik yang lain namun tidak pernah merasa cukup dengan dunia.

Ketika ada yang beribadah lebih giat, hati ini sulit diatur untuk tidak berpikiran mungkin dia riya, ini tabiat manusia selalu berprasangka buruk, perbanyak istigfar dan mengingat Allah ketika ini terjadi, amalan hati memang lebih sulit daripada amalan yang lain. Selain itu jarang sekali orang yang ingin meningkatkan ibadah ketika oranglain beribadah lebih darinya, kita pikir ibadah kan sesuai kemampuan, yang penting wajib sudah dikerjakan. Namun ketika melihat oranglain lebih sukses dalam hal dunia, rasa iri dengki mulai muncul, banting tulang demi mencapai kesuksesan melebihi orang tersebut minimal samalah dengannya. Kita mulai dibutakan dunia yang telah dilaknat Allah ini.

Sebagian manusia berusaha mengenyam pendidikan setinggi tingginya hingga harus keluar negeri, menghabiskan banyak uang hingga meninggalkan tanggungjawab keluarga, tapi tak bisa membaca al-qur'an yang menjadi pedoman seumur hidup. Sebagiannya lagi sibuk dengan perusahaannya, 24 jam lebih dalam satu dari dia habiskan untuk berpikir bagaimana mendapatkan keuntungan yang melimpah hingga lupa kapan waktu shalat wajib yang merupakan tiang agama. Sebagiannya sibuk mengatur urusan negara dan masyarakat banyak hingga lupa dengan urusan diri sendiri kepada Allah. Kita akan mati tidak akan membawa gelar S3, jabatan, dan harta, hanya kain kafan yang membalut tubuh ini, hanya amal yang menyelamatkan diri ini. Keluarga yang selalu ada saat di dunia pun telah pergi meninggalkan kita di alam kubur sendiri. Di ruangan sempit ini, malaikat mulai bertanya tentang kehidupan di duniamu, ini bukan tentang seberapa banyak harta dalam buku tabunganmu tapi seberapa banyak harta yang kau infaqkan, bukan juga tentang gelar apa yang kau dapat di dunia tapi ilmu apa yang sudah berguna bagi agama, bukan juga tentang jabatan setinggi apa yang telah kau duduki tapi seberapa bermanfaat jabatan yang Allah berikan bagi kemaslahatan umat.

Bukan berarti Allah melarang kita mencari kehidupan dunia, Allah memerintahkan kita melakukan segala hal yang baik dengan profesional termasuk urusan dunia, namun itu semua harus diniatkan untuk Allah semata. Jadilah seperti TKI yang bekerja di malasyia. TKI akan sibuk mencari uang di malasyia untuk membangun rumah di indonesia karena dia tau di malasyia hanya sementara, dia gunakan uangnya untuk hal hal yang penting saja, begitupun kita, hidup di dunia hanya sementara, kumpulkan amal untuk dapatkan tempat terbaik di akhirat yang kita akan kekal di sana. Kehidupan dunia ini juga bisa dianalogikan seperti tukang parkir yang tidak pernah marah jika ada mobil yang keluar dari tempat parkirnya karena dia tau semua kendaraan di parkirannya adalah titipan yang harus dijaga dengan baik, begitupun  harta, tahta dan keluarga merupakan titipan yang harus dijaga dengan baik, namun jika pemiliknya, Allah mengambilnya maka jangan pernah sedih atau marah. Kejarlah segala impianmu tapi jangan pernah lupa ajal datang tiba tiba dan tak menunggu kita siap atau tidak, jadi lakukan semua karena Allah semata maka insyaAllah kita akan selamat di akhirat maupun di dunia.

Rabu, 22 Februari 2017

PERJALANAN YANG DIRINDUKAN

Sudah beberapa kali aku seberangi selat sunda, bukan sekedar untuk liburan ke pulau jawa namun tuntutan pendidikan yang membawaku untuk sering melakukan perjalanan ini. Aku yang terlahir dan hidup di lampung hingga SMA, lalu setelah lulus SMA harus merantau ke pulau jawa, meninggalkan provinsi lampung yang terkenal dengan keripik pisangnya. Awalnya rindu memacu untuk selalu ingin pulang namun karena terbiasa rindu tak begitu terasa, aku mulai menemukan keluarga baru yang tak kalah seru di pulau jawa ini. Aku tak ingin bercerita tentang adaptasiku tapi lebih tentang perjalanan 24 jamku, lampung ke jogja.

Tanggal 21 februari 2017 dapat menjadi catatan pendekku, mungkin sudah berkali kali aku pulang pergi lampung-jawa tapi kali ini perjalanku cukup menarik. Aku disandingkan duduk dengan seorang ibu yang mengispirasi, mungkin lebih pantas dipanggil nenek karena umurnya sudah lebih dari 60 tahun, namanya nenek Haryani. Beliau memang bukan seorang pejabat ataupun orang hebat dimata manusia namun beliau begitu menjadi inspirasiku dengan segala kisah hidupnya.

Orangtua memang suka bercerita dan didengar, ini pelajaran pertamaku darinya. Dengan senyum yang begitu ikhlas beliau bercertia tentang tujuannya ke jawa hingga merembet ke cerita anak cucunya, aku tak bosan mendengarkan kata-katanya, hanya saja terselip bayangan kedua orangtuaku yang kelak akan sepertinya, butuh tempat cerita dan perhatian tanpa meminta harta benda dari anak anaknya.

Pelajaran yang kedua tentang kegigihan, beliau bukan orang yang beruntung menurut manusia, lahir dan besar di daerah prambanan dalam keadaan keluarga yang tak utuh, perceraian jadi pilihan kedua orangtuanya, bapaknya tak mau menyekolahnya, sehingga membuat beliau harus bekerja keras. Lulus SD beliau belajar bertani dengan diberi upah seadanya oleh tetangganya, lalu meningkat belajar berdagang, dengan uang yang sudah didapat beliau dan temannya membeli barang dari petani lalu beliau tawarkan barang tersebut di pasar. Sedikit demi sedikit uang terkumpul dan ditabung untuk membeli emas sebagai invetarisnya.

Masalah pun muncul ketika kakaknya ingin sekolah di jogja. Tekadnya begitu kuat sampai sampai saat malam jum'at kakaknya membawanya ke sebuah kuburan dan berkata "lek aku ora sekolah ngekos neng jogja gonku neng kene" (kalau aku tidak sekolah dan ngekos di jogja tempatku di sibi) sambil menunjuk kuburan. Aku masih tak mengerti dengan kata kata ini namun aku tak banyak tanya karena tak ada waktu jeda, nenek Haryani melanjutkan ceritanya. Beliau tau bahwa bapaknya sudah tak mau menyekolahkan anak anaknya sehingga beliau harus meminta tolong anggota keluarga yang lain untuk membantu kakaknya sekolah di jogja, kakaknya pun kini sukses dan tinggal bersama istrinya di kalimantan. Sayangnya nenek Haryani tak dapatkan kesempatan sekolah seperti kakaknya.

Setelah menikah, nenek Haryani dengan suaminya pindah ke lampung. Dengan semangat dan kerja kerasnya beliau berhasil menyekolahkan ke 4 anaknya sampai lulus SMK hanya dengan bercocok tanam di tanah orang ataupun berdagang di pasar, dan yang lebih hebat meski harus membantu orangtua seperti mencari makan ternak, ke ladang, namun anak-anak nenek Haryani masih tetap bisa mendapatkan beasiswa. Sedangkan aku ataupun mungkin kita sering beralasan tidak membantu orangtua karena belajar, padahal sebenarnya waktu 24 jam dalam sehari cukup untuk melakukan keduanya. Aku tak sanggup menahan kantuk, mataku pun terpejam setelah beliau berhenti bercerita.

Cerita beliau dilanjutkan saat kita di kapal, beliau bercerita bahwa beliau ketika kecil beragama khatolik karena lingkungannya banyak yang khatolik dan sering diberikan hadiah berupa baju, diajak naik mobil ke kalasan jika mengikuti kegiatan gereja hingga beliau khatam al-kitab dan pastur ke rumahnya untuk meminta izin ke nenek beliau agar beliau di babtis, tapi neneknya tidak mengizinkan. Beliau pun menikah dengan cara islam, namun agama islam yang dijalaninya masih islam KTP katanya, beliau giat bekerja hingga lupa mengaji, namun kini ketika sudah mulai menua beliau sadar kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat. Saat sedang di ladang tiba waktunya mengaji atau shalat, pekerjaan beliau tinggalkan. Beliau medapatkan ketenangan yang lebih besar saat sudah memeluk agama islam dan mulai mempelajari islam dengan sungguh sungguh. Memang mengaji tak merubah si miskin menjadi si kaya tapi kekayaan itu akan dipetik di akhirat kelak itu katanya. beliau yang sudah tua saja bersemangat, apalagi kita yang muda dan memiliki pikiran dan energi lebih dari pada nenek Haryani. Ajal datang tak kenal tua atau muda, sakit atau sehat, ajal datang dengan tiba-tiba.

Aku berharap bisa bertemu beliau lagi dan aku pun tertarik menulis kisah tentangnya, mengabadikan ceritanya dalam blogku ini. semoga menginspirasi. Oh ya satu kalimat yang sering beliau ulangi dalam ceritanya "Kulo boten ngarep dadi sugeh, seng penting cukup" translite "saya tidak berharap jadi kaya yang terpenting cukup". Inilah kesederhanaan yang menjadi solusi agar syukur terasa mudah tapi ikhtiar tetap berjalan.

TENTANG WAKTU



Rasanya tak bersyukur dengan hari ini. Ku merindu hari kemarin, hari dimana dulu ku tak bersyukur seperti hari ini. Hari kemarin ingin ku ulangi, bagaikan ujian sekolah, aku ingin melakukan remedial untuk hari kemarin. Ku ingin hapus hal-hal yang harusnya tak ku perbuat dan ku perbanyak amal yang bermanfaat, tapi itu mustahil karna hari kemarin tak mungkin kembali.
Rasanya tak bersyukur dengan hari ini. Ku ingin segera esok hari, karna esok aku akan melakukan ini, itu, dan lain lain, lalu esok pun menghampiriku, namun tetap saja ku mengatakan esok esok dan esok aku akan melakukan hal tersebut. Lalu kapan? Karna aku  yang sekarang belum tentu bertemu dengan hari esok.
Rasanya tak bersyukur dengan hari ini. Apa yang telah ku lakukan hari ini? Apakah hari ini ibadahku sempurna? Apakah hari ini aku sudah bermanfaat bagi orang lain? Apakah aku hari ini sudah lebih baik dari hari kemarin? Apakah aku hari ini akan lebih buruk dari hari esok? Tak ada yang tau, tapi bukan berarti tak ada yang usaha
Rasanya tak bersyukur dengan hari ini. Ketika ada sedikit waktu, ku mengeluh dan mengatakan “andai waktuku lebih banyak pasti ku bisa berbuat banyak”. Namun ketika Allah karuniakan aku waktu luang yang tak terhitung nilainya, semuanya terbuang sia-sia dengan ku menunda-nunda pekerjaanku, ibadahku, dan amalku. Ku lebih memilih bermalas-malasan karna ku menganggap waktuku masih banyak
Rasanya tak bersyukur dengan hari ini. Sekarang adalah waktu dimana aku hidup, waktu yang menentukan hari esokku, waktu yang menjadi akibat dari sebabku di hari kemarin. Sekarang adalah waktuku untuk bersyukur, karna ku tak tau satu detik lagi masih dapat ku menikmati waktu yang sekarang.