Kenapa syukur hanya diucap saat penderitaan menerpa telah hilang, saat sehat telah didapat setelah sakit, saat punya waktu luang setelah banyak kesibukan? Bukankan sebelum sakit Allah memberi kesehatan namun kita menghargainya setelah nikmat sehat telah diambil kembali oleh pemiliknya. Ini lah penyakit manusia selalu amnesia dengan nikmat yang ada tapi selalu ingat sedikit penderitaan yang diterima.
Aku jadi teringat tausiyah, ustadz Kholid Basalamah tentang kisah urwah, seorang ulama terkemuka. Saat beliau diundang oleh khalifah beliau membawa putranya yang hafal al-qur'an dan banyak hadist. Putranya ingin melihat kuda kuda yang ada dikerajaan, namun ketika urwah dan khalifah sedang berbicang ada pelayan kerajaaan yang mengabarkan bahwa putra urwah menginggal karena tertendang kuda. Urwah hanya mengucapkan "innalillahi wa innailahi rajiun" lalu segera mengurusi jenazahnya, memandikan hingga proses penguburan urwah lakukan dengan tenang.
Andai ini terjadi padaku mungkin tangis selalu mengiringi prosesi, aku mungkin akan menyalahkan takdir dan selalu bertanya kenapa yang meninggal harus anakku yang sudah hafal al-qur'an dan banyak. Namun urwah adalah orang alim, beliau tahu bahwa semua akan kembali kepada pemiliknya yaitu Allah. Kita tidak berhak mengatur dan menyalahkan takdir yang Allah berikan karena Allah yang Mahamengetahui apa yang terbaik.
Saat proses penguburan kaki Urwah terkena penyakit bernama gorgorina, kakinya harus diamputasi segera. Tabib terbaik didatangkan oleh khalifah, Urwah diminta meminum khamar (ini sebagai obat bius zaman dahulu), namun Urwah menolak dengan alasan saat beliau sehat beliau tidak pernah minum sesuatu yang haram begitu juga saat sakit. Tabib sempat bingung dan didatangkan beberapa algojo untuk memegangi Urwah, beliau tetap menolak. Tabib semakin bingung, Urwah pun memerintahkan tabib memotong kakinya saat urwah berdzikir dan wajahnya memerah. Ketika dilakukan pemotongan sesuai perintah urwah, nada suara dzikir dan mimik wajah urwah tak berubah padahal hingga tulangnya lun telah terpotong. Pemotongan pun berjalan lancar, tabib menepuk urwah untuk memberi tau bahwa kakinya sudah dipotong. Masalah baru muncul darah tak berhenti mengucur, zaman dahulu jalan satu satunya hanya mencelupkan di minyak mendidih. Urwah pun mulai berdzikir, saat wajahnya memerah, kaki urwah dicelupkan dalam minyak, namanya juga manusia, urwah pun pingsan.
Urwah adalah orang yang sangat cinta pada Al-Qur'an, beliau tidak pernah melewatkan membaca 10 juz perhari kecuali hari ini. Urwah pun sadar dan meminta kakinya yang dipotong tadi, beliau menganggakat kakinya dan berkata "Alhamdulillah yang telah membuat kaki ini tidak pernah 1 kali pun saya langkahkan ke tempat maksiat, sekarang waktunya kamu kembali kepada-Nya"
Singkat cerita saat para teman dan tetangga sudah dirumah urwah untuk takziah, urwah berpesan, tidak perlu kalian sedih berlebihan, begitu banyaj nikmat yang Alllah berikan, saat Allah ambil satu kaki saya, Allah masih menyisakan 1 kaki dan 2 tangan untuk saya, saat Allah mengambil anak saya, Allah masih menyisakan 3 anak untuk saya, bukan kah lebih banyak yang Allah tinggalkan daripada yang Allah ambil. Dan ketika kalian bershodaqoh jangan menganggap itu sesuatu yang sepele dengan memberikan barang yang buruk pada oranglain, anggap saja kalian sedang memberikan hadiah kepada Allah. Berikan barang yang kalian malu ketika memberikannya kepada pemimpin suatu kaum.
Sebagai contoh, ketika kalian diundang dan diminta gubernur untuk membawa buah ke rumahnya kira kita kalian akan membeli buah dipinggir jalan dengan kantong plastik biasa atau lebih memilih membeli buah di supermarket lalu disusun dalam keranjang? Pasti memilih yang di keranjang untuk gubernur namun jika yang meminta adalah orangtua, kita akan membeli sembarangan padahal berbakti kepada orangtua itu wajib.
Kembali ke rasa syukur, sudahkah rasa sehat yang telah Allah berikan bertahun tahun telah kita syukuri? Masihkah keluh dan kesah selalu terucap? Jika nikmat masih sulit dirasa dan syukur sulit terucap, maka bergaullah, dan lihatlah saudara kita yang lebih menderita dibanding kehidupan kita. Jika kita tak bisa kuliah, masih banyak saudara kita yang makan belum tentu setiap hari. Jika kita makan dengan lauk seadanya, maka masih banyak saudara kita yang makan saja tak bisa karena sakit yang diderita. Janji Allah itu pasti, jika nikmat itu disyukuri maka Allah akan menambahnya tapi jika kita kufur maka azab Allah sangat pedih (bukan hanya tak ditambah nikmatnya tapi mendapat azab juga).
Aku jadi teringat tausiyah, ustadz Kholid Basalamah tentang kisah urwah, seorang ulama terkemuka. Saat beliau diundang oleh khalifah beliau membawa putranya yang hafal al-qur'an dan banyak hadist. Putranya ingin melihat kuda kuda yang ada dikerajaan, namun ketika urwah dan khalifah sedang berbicang ada pelayan kerajaaan yang mengabarkan bahwa putra urwah menginggal karena tertendang kuda. Urwah hanya mengucapkan "innalillahi wa innailahi rajiun" lalu segera mengurusi jenazahnya, memandikan hingga proses penguburan urwah lakukan dengan tenang.
Andai ini terjadi padaku mungkin tangis selalu mengiringi prosesi, aku mungkin akan menyalahkan takdir dan selalu bertanya kenapa yang meninggal harus anakku yang sudah hafal al-qur'an dan banyak. Namun urwah adalah orang alim, beliau tahu bahwa semua akan kembali kepada pemiliknya yaitu Allah. Kita tidak berhak mengatur dan menyalahkan takdir yang Allah berikan karena Allah yang Mahamengetahui apa yang terbaik.
Saat proses penguburan kaki Urwah terkena penyakit bernama gorgorina, kakinya harus diamputasi segera. Tabib terbaik didatangkan oleh khalifah, Urwah diminta meminum khamar (ini sebagai obat bius zaman dahulu), namun Urwah menolak dengan alasan saat beliau sehat beliau tidak pernah minum sesuatu yang haram begitu juga saat sakit. Tabib sempat bingung dan didatangkan beberapa algojo untuk memegangi Urwah, beliau tetap menolak. Tabib semakin bingung, Urwah pun memerintahkan tabib memotong kakinya saat urwah berdzikir dan wajahnya memerah. Ketika dilakukan pemotongan sesuai perintah urwah, nada suara dzikir dan mimik wajah urwah tak berubah padahal hingga tulangnya lun telah terpotong. Pemotongan pun berjalan lancar, tabib menepuk urwah untuk memberi tau bahwa kakinya sudah dipotong. Masalah baru muncul darah tak berhenti mengucur, zaman dahulu jalan satu satunya hanya mencelupkan di minyak mendidih. Urwah pun mulai berdzikir, saat wajahnya memerah, kaki urwah dicelupkan dalam minyak, namanya juga manusia, urwah pun pingsan.
Urwah adalah orang yang sangat cinta pada Al-Qur'an, beliau tidak pernah melewatkan membaca 10 juz perhari kecuali hari ini. Urwah pun sadar dan meminta kakinya yang dipotong tadi, beliau menganggakat kakinya dan berkata "Alhamdulillah yang telah membuat kaki ini tidak pernah 1 kali pun saya langkahkan ke tempat maksiat, sekarang waktunya kamu kembali kepada-Nya"
Singkat cerita saat para teman dan tetangga sudah dirumah urwah untuk takziah, urwah berpesan, tidak perlu kalian sedih berlebihan, begitu banyaj nikmat yang Alllah berikan, saat Allah ambil satu kaki saya, Allah masih menyisakan 1 kaki dan 2 tangan untuk saya, saat Allah mengambil anak saya, Allah masih menyisakan 3 anak untuk saya, bukan kah lebih banyak yang Allah tinggalkan daripada yang Allah ambil. Dan ketika kalian bershodaqoh jangan menganggap itu sesuatu yang sepele dengan memberikan barang yang buruk pada oranglain, anggap saja kalian sedang memberikan hadiah kepada Allah. Berikan barang yang kalian malu ketika memberikannya kepada pemimpin suatu kaum.
Sebagai contoh, ketika kalian diundang dan diminta gubernur untuk membawa buah ke rumahnya kira kita kalian akan membeli buah dipinggir jalan dengan kantong plastik biasa atau lebih memilih membeli buah di supermarket lalu disusun dalam keranjang? Pasti memilih yang di keranjang untuk gubernur namun jika yang meminta adalah orangtua, kita akan membeli sembarangan padahal berbakti kepada orangtua itu wajib.
Kembali ke rasa syukur, sudahkah rasa sehat yang telah Allah berikan bertahun tahun telah kita syukuri? Masihkah keluh dan kesah selalu terucap? Jika nikmat masih sulit dirasa dan syukur sulit terucap, maka bergaullah, dan lihatlah saudara kita yang lebih menderita dibanding kehidupan kita. Jika kita tak bisa kuliah, masih banyak saudara kita yang makan belum tentu setiap hari. Jika kita makan dengan lauk seadanya, maka masih banyak saudara kita yang makan saja tak bisa karena sakit yang diderita. Janji Allah itu pasti, jika nikmat itu disyukuri maka Allah akan menambahnya tapi jika kita kufur maka azab Allah sangat pedih (bukan hanya tak ditambah nikmatnya tapi mendapat azab juga).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar