Kamis, 23 Februari 2017

MENGEJAR YANG TAK PASTI

Pernahkah kalian menargetkan sesuatu dalam hidup ini? pasti pernah. Setiap manusia pasti memiliki keinginan, tujuan ataupun impian begitupun aku. Ketika masih SD orangtuaku memberikan reward bagi anaknya yang bisa mendapatkan ranking 1 atau 2 atau 3 di kelas. Setiap anak memiliki keinginan yang berbeda, jika kedua saudara laki lakiku lebih suka meminta Playtasion atau semacam mobil mobilan Tamia yang sedang buming saat itu, berbeda denganku yang meminta hadiah benang atau penik pernik membuat kerajinan tangan. Yang kami capaipun berbeda, meski aku terlihat rain namun Allah memberikan kelebihan kepada kedua saudara laki lakiku, mereka hampir selalu mendapat peringkat 1 di kelas ketika SD, sedang aku mentok di peringkat 3 itupun seingatku hanya 1 kali. Orangtuaku sadar setiap anak diberikan kemampuan yang berbeda, sehingga mereka tidak mendiskrimiasikan aku. Mereka selalu berusaha memberikan sesuat dengan adil.

Kini aku bukan anak kecil yang bisa ditawari mainan untuk sebuah tujuan, reward bukan lagi orangtua yang berikan karena itu mungkin sudah tak mempan (berpengaruh). Aku melakukan sesuatu karena kesadaran diriku sendiri, aku ingin sesuatu karena aku tau itu terbaik untukku. Apakah yang aku ingin saat ini? Jika harta, bisa habis kapan saja dengan mudahnya.  Jika kedudukan, rasanya hidup tak tenang karena bawahan selalu ingin menjatuhkan. Jika popularitas, tak nyaman karena apapun yang dilakukan selalu diberitakan. Lalu apa yang harus aku inginkan? Jika aku tidak tau apa yang aku inginkan bagaimana aku bisa melakukan seuatu untuk sebuah tujuan.

Ketika SD aku ingin SMP, ketika SMP aku ingin SMA, ketika SMA aku ingin kuliah tapi setelah aku kuliah aku ingin SD lagi, rasanya enak hidup isinya hanya bermain tanpa punya masalah darimana uang didapat, makan pakai apa, belum masalah yang lain. Tapi itu tidak mungkin, waktu terus bergulir dan tak mungkin kembali, kalau begitu jika sedang kuliah aku ingin nikah saja (lho becanda tapi serius). Terus saja detik demi detik ku lalui, aku hidup layaknya oranglain pada umunya hidup. Bangun pagi dengan semangat, siang beraktivitas melakukan sesuatu yang menurutku baik, malam hari tinggallah lelah yang tersisa, terus seperti itu hari hariku selama ini. Bukan aku tak memiliki impian,aku ingin menjadi orang yang bermanfaat, aku ingin membuat orangtua bangga memiliki anak sepertiku, aku ingin masuk surga. Namun aku selalu merasa cukup dengan kehidupan ini, terlebih masalah akhirat, setan atau diriku sendiri yang membisikan dalam pikiran bahwa aku sudah lebih baik yang lain namun tidak pernah merasa cukup dengan dunia.

Ketika ada yang beribadah lebih giat, hati ini sulit diatur untuk tidak berpikiran mungkin dia riya, ini tabiat manusia selalu berprasangka buruk, perbanyak istigfar dan mengingat Allah ketika ini terjadi, amalan hati memang lebih sulit daripada amalan yang lain. Selain itu jarang sekali orang yang ingin meningkatkan ibadah ketika oranglain beribadah lebih darinya, kita pikir ibadah kan sesuai kemampuan, yang penting wajib sudah dikerjakan. Namun ketika melihat oranglain lebih sukses dalam hal dunia, rasa iri dengki mulai muncul, banting tulang demi mencapai kesuksesan melebihi orang tersebut minimal samalah dengannya. Kita mulai dibutakan dunia yang telah dilaknat Allah ini.

Sebagian manusia berusaha mengenyam pendidikan setinggi tingginya hingga harus keluar negeri, menghabiskan banyak uang hingga meninggalkan tanggungjawab keluarga, tapi tak bisa membaca al-qur'an yang menjadi pedoman seumur hidup. Sebagiannya lagi sibuk dengan perusahaannya, 24 jam lebih dalam satu dari dia habiskan untuk berpikir bagaimana mendapatkan keuntungan yang melimpah hingga lupa kapan waktu shalat wajib yang merupakan tiang agama. Sebagiannya sibuk mengatur urusan negara dan masyarakat banyak hingga lupa dengan urusan diri sendiri kepada Allah. Kita akan mati tidak akan membawa gelar S3, jabatan, dan harta, hanya kain kafan yang membalut tubuh ini, hanya amal yang menyelamatkan diri ini. Keluarga yang selalu ada saat di dunia pun telah pergi meninggalkan kita di alam kubur sendiri. Di ruangan sempit ini, malaikat mulai bertanya tentang kehidupan di duniamu, ini bukan tentang seberapa banyak harta dalam buku tabunganmu tapi seberapa banyak harta yang kau infaqkan, bukan juga tentang gelar apa yang kau dapat di dunia tapi ilmu apa yang sudah berguna bagi agama, bukan juga tentang jabatan setinggi apa yang telah kau duduki tapi seberapa bermanfaat jabatan yang Allah berikan bagi kemaslahatan umat.

Bukan berarti Allah melarang kita mencari kehidupan dunia, Allah memerintahkan kita melakukan segala hal yang baik dengan profesional termasuk urusan dunia, namun itu semua harus diniatkan untuk Allah semata. Jadilah seperti TKI yang bekerja di malasyia. TKI akan sibuk mencari uang di malasyia untuk membangun rumah di indonesia karena dia tau di malasyia hanya sementara, dia gunakan uangnya untuk hal hal yang penting saja, begitupun kita, hidup di dunia hanya sementara, kumpulkan amal untuk dapatkan tempat terbaik di akhirat yang kita akan kekal di sana. Kehidupan dunia ini juga bisa dianalogikan seperti tukang parkir yang tidak pernah marah jika ada mobil yang keluar dari tempat parkirnya karena dia tau semua kendaraan di parkirannya adalah titipan yang harus dijaga dengan baik, begitupun  harta, tahta dan keluarga merupakan titipan yang harus dijaga dengan baik, namun jika pemiliknya, Allah mengambilnya maka jangan pernah sedih atau marah. Kejarlah segala impianmu tapi jangan pernah lupa ajal datang tiba tiba dan tak menunggu kita siap atau tidak, jadi lakukan semua karena Allah semata maka insyaAllah kita akan selamat di akhirat maupun di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar