2 Februari 2017
Di waktu kecil ku sangat suka menatap langit, ku
berimajinasi tentang suatu bentuk dengan awan, ku pandangi awan putih yang
sedikit demi sedikit bergerak, kadang mirip kelinci tapi kalau sudah bergerak
bisa berubah seperti ayam dan sebagainya, di bergerak bukan karena dia ingin
meninggalkan tempatnya namun angin yang mengajaknya berpindah menyusuri bumi,
menjadi perantara rezeki dari yang Maha kaya. Awan tak pernah lelah ataupun
marah kepada angin yang selalu mendorongnya karena dia tau dia saat dinanti
oleh seluruh makhluk di bumi, dan dia yang mengoreskan senyum di pipi para
petani.
Kini aku pun telah dewasa, ku bosan berimajinasi dengan
awan aku lebih suka membayangkan kematian saat melihat langit yang tertutup
awan, mungkinkah aku berada di tempat terindah bernama surga lalu menengadah ke
atas melihat wajah sang pencipta. Ini adalah salah satu kenikmatan yang disediakan Allah
ta’ala bagi orang mukmin di dalam surga adalah mereka dapat memandang wajah
Allah yang mulia. Allah Ta’ala berfirman,
لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ
أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.
Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka
itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus: 26)
Kata
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, “Bagi mereka yang baik dalam beribadah
kepada Allah adalah husna, yaitu mendapat balasan surga, juga mendapat ziyadah
yaitu melihat wajah Allah yang mulia dan mendengar Allah Ta’ala berbicara,
mendapatkan ridho-Nya serta meraih kegembiraan dengan berada di dekat Allah.”
(Taisir Al Karimir Rahman, hal. 339)
Dalam
ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman,
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Muka
mereka (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnya mereka
melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)
Ibnu
Katsir dalam tafsirnya terhadap ayat di atas menjelaskan, “Orang mukmin akan
melihat Rabbnya secara nyata dengan mata kepala mereka, hal ini sebagaimana
terdapat dalam hadist riwayat Bukharirahimahullah, ‘Sesungguhnya
kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata kalian sendiri.’ (HR. Bukhari
no. 485).
Dan
telah jelas bahwa orang mukmin akan melihat Rabbnya kelak di akhirat dalam
hadist shohih yangmutawatir yang tidak mungkin lagi tertolak dari
Abu Sa’id radhiallahu’anhu dan Abu Hurairahradhiallahu’anhu,
seseorang bertanya, ‘Yaa Rasulullah, apakah kami akan melihat Rabb kami di hari
kiamat kelak? Rasulullah menjawab, ‘Apakah membahayakan kalian ketika kalian
melihat matahari dan bulan…….? Ia menjawab,’Tidak’. ‘Demikianlah kalian akan
melihat Rabb kalian.”
Dari
Jarir bin Abdillah al-Bajali radhiallahu’anhu, beliau berkata,
“Kami sedang duduk bersama Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam saat beliau
melihat bulan di malam badar, beliau shalallhu’alaihi wa salam bersabda,
إِنكم
سترون ربكم كما ترون هذا القمر لا تضامون في رؤْيتهِ ، فإِن استطعتم أن لا تغلبوا
على صلاة قبل طلوع الشمسِ وقبل غروبها فافعلوا
“Sesungguhnya
kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan ini, tidak
membahayakan kalian saat melihatnya. Jika kalian mampu untuk tidak meninggalkan
sholat sebelum terbit dan terbenamnya matahari maka lakukanlah” (HR.
Bukhari no. 554 dan Muslim no. 632).
Kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa salam membaca ayat,
وَسَبِّحْ
بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
“Dan
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenamnya.” (QS. Thaha: 130)
Dari
seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga,
Allah ta’ala berfirman: “Apakah kalian mau tambahan nikmat (dari kenikmatan
surga yang telah kalian peroleh)? Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah
kami? Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami
dari neraka? Kemudian Allah singkap hijab (penutup wajahNya yang mulia), dan
mereka mengatakan,
فَمَا أُعْطُوا
شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزٌّ
“Tidak
ada satupun kenikmatan yang lebih kami cintai dari memandang wajah Allah
Ta’ala.” (HR. Muslim no. 181).
Rasulullah
mengajarkan doa memohon kenikmatan memandang wajah Allah
اللهم
بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق أحيني ما علمت الحياة خيرا لي وتوفني إذا علمت
الوفاة خيرا لي اللهم وأسألك خشيتك يعني في الغيب والشهادة وأسألك كلمة الحكم في
الرضى والغضب وأسألك القصد في الفقر والغنى وأسألك نعيما لا يبيد وأسألك قرة عين
لا تنقطع وأسألك الرضى بعد القضاء وأسألك برد العيش بعد الموت وأسألك لذة النظر
إلى وجهك والشوق إلى لقائك في غير ضراء مضرة ولا فتنة مضلة اللهم زينا بزينة
الإيمان واجعلنا هداة مهتدين
“Ya
Allah, dengan pengetahuan-Mu terhadap yang ghaib dan kekuasaan-Mu atas semua
makhluk, hidupkanah aku selama Engkau tahu kehidupan itu lebih baik bagi ku,
dan matikanlah aku jika Engkau tahu kematian itu lebih baik bagiku. Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon rasa takut kepadaMu di saat sendiri maupun dalam
keadaan terang-terangan, aku memohon perkataan yang benar dalam keadaan baik
maupun marah, aku memohon kesederhanaan, baik dalam keadaan fakir maupun kaya,
aku memohon kenikmatan yang tak akan habis, dan aku memohon penyejuk hati yang
tak pernah berakhir. Aku memohon keridhoan atas ketetapanMu, aku memohon
ketentraman setelah kematian, dan aku memohon kenikmatan memandang wajah-Mu,
dan kerinduan bertemu dengan-Mu, bukan dalam kesusahan yang mebinasakan dan
cobaan yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan iman dan
jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memberi dan diberi petunjuk.”
(HR. An-Nasai, Ahmad dan lainnya).
Rasanya aku tak pantas berada di sana, namun aku takut
jika harus di neraka. Detik, menit, jam serta hari yang ku lewati di dunia ini
tak kekal abadi, semua sementara, aku akan diminta pertangungjawaban atas semua
yang ku lakukan di dunia, tak akan ada detik yang terlewat kecuali Allah
menghisabnya. Oleh sebab itu aku berusaha menjadikan hidup yang sekali ini
menjadi berarti.
Ku mulai teringat
saatku mendapat tugas dari organisasi untuk mewawancarai sesosok wanita
sederhana namun luar biasa, ketua jurusan jabatannya, lulusan Magister dari
autralia, kuliah sambil bekerja, sempat kerja di malasyia namun tak lupa dengan
keluarga, dan yang utama selalu terlihat sederhana. Aku tak ingin fokus dengan
kepribadiannya karena terlalu banyak sesuatu yang luar biasa dari dalam dirinya
namun aku lebih focus pada pesannya untuk kita semua “Lakukan dengan hati atau tidak sama sekali” kalimat ini cukup
menohok, dapat menjadi alasan atas segala kesuksesannya. Beliau tak pernah
berpikir akan menjadi seorang ketua
jurusan di intitusi pendidikan negeri, yang beliau lakukan hanya melakukan
dengan baik segala yang ditugaskan padanya.
Atas izin Allah melalui perantara beliau aku mulai paham
arti sebuah pekerjaan atas dasar cinta, jika kita mencintai sesuatu maka apapun
yang kita lakukan tidak akan melahirkan keluh kesah, rasa lelah sudah tak
terasa, meski hasil tak sesuai harapan namun tak ada kekecewaan karena yang
terpenting adalah sebuah kepuasaan saat bisa melakukan usaha dengan seluruh
kemampuan.
Bukan berarti kita lakukan semuanya sesuka hati kita,
sesuai dengan mood. Jangan, jangan jadi manusia moody, yang mood baik baru bisa
melakukan segalanya dengan baik, kalau moodnya gak baik baik kapan berbuatnya
kalau begitu. Biarlah kita yang mengatur mood bukan mood yang mengatur kita. Rasa
suka bisa timbul dari biasa, rasa cinta tumbuh karena tau adanya kebaikan. Jika
ingin menumbuhkan suka pada kebaikan maka biasakan lakukan hal baik, maka yang
buruk akan terasa aneh dan tak menyenangkan.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ
أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ
فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah
daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.
Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah,
jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau
katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah
kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki
pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu
syaithon.”
(HR. Muslim)
[Muslim: 47-Kitab Al Qodar, An Nawawi
–rahimahullah- membawakan hadits ini dalam Bab “Iman dan Tunduk pada Takdir”]
Sumber : https://rumaysho.com/691-tetap-semangat-dalam-hal-yang-bermanfaat197.html
Sumber : https://rumaysho.com/691-tetap-semangat-dalam-hal-yang-bermanfaat197.html
Aku selalu dibuat kagum dengan segala aturan dalam agam
islam ini, tak ada hal kecil yang terlewatkan untuk dibahas apalagi hal besar,
semua solusi dari masalah hidup ada di al-qur’an, hanya kita sering lupa dengan
pedoman kita ini.
Bagaimana tau sesuatu itu bermanfaat atau tidak? Jika Sesuatu
tersebut dapat mendekatkan kita dengan sang pencipta itu berarti bermanfaat
maka lakukan itu dengan rutin dan maksimal atas dasar taqwa, ini lah cinta yang
sesungguhnya. Bukan soal moody, saat kita paham ada pahala di suatu kegiatan
maka tidak akan kita sia siakan kesempatan untuk mendapatnya. Meski lelah
menerpa, namun hati tenang karena lelah akan hilang esok hari namun pahalanya aka
nada sepanjang hari. Sedangkan jika sesuatu itu menjauhkan dari sang pencita meski
tampak baik di mata manusia maka tinggalkanlah juga atas dasar taqwa karna
terdapat pahala juga di dalamnya. Selamat berusaha namun jangan pernah kecewa
atas hasil yang ada. Dalam usaha yang ikhlas ada pahala namun pada hasil yang
dimata manusia sempurna belum tentu dapat mendekatkan dengan Sang Pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar