Mushola kampus adalah saksi bisu pertemuan kita. Di mushola ini sebuah lingkaran kecil yang dibentuk oleh 5 mahasiswi kebidanan ini sedang berusaha mempelajari ilmu agama, dibimbing oleh seorang kakak tingkat yang menyempatkan waktu meski kesibukan praktek selalu menerpa, meski dia menjadi pembimbing (murrabiah) tetap judulnya belajar bersama katanya karena dia tak ingin dianggap paling tau.
Tidak terpatok oleh waktu, kita kumpul sebisanya saja, menyela diantara waktu kuliah dan praktikum. Harusnya kita merasa malu hanya memberikan waktu sisa untuk menuntut ilmu agama padahal Allah yang memberi waktu begitu banyak, 1 hari 24 jam tapi berapa jam yang kita berikan untuk Sang Pencipta? Lalu dengan berani kita katakan hidup ini harus seimbang antara dunia dan akhirat. Penyesalan memang selalu ada namun tak lupa rasa syukur menemani kita karena Allah memilih kita diantara banyaknya manusia untuk menuntut ilmu-Nya. Inilah nikmat yang tidak didapat di tempat lain, kita temukan ketentraman saat berada di taman taman surga (majelis ilmu).
Sore itu sama seperti sore sebelumnya, suasana terasa sunyi karena penghuni kampus sudah pergi, kegiatan belajar mengajar sudah sepi. Kali ini murabbiah ingin membahas tentang materi ikhlas. Sebuah pertanyaan tentang pengertian ikhlas menjadi pembuka materinya. Aku yang belum banyak tau tentang agama hanya termenung bingung saat pertanyaan itu terlontarkan. Namun yang membuatku sedikit lega jawaban dimulai dari arah kanan, sedang aku duduk dipaling kiri jadi Alhamdulillah aku terakhir, ada kesempatan untukku berpikir.
Teman yang duduk paling kanan menjawab "ikhlas itu memberi sesuatu tanpa berharap imbalan"
Giliran teman sampingnya "menerima segala yang Allah takdirkan, kayak kehilangan sesuatu harus ikhlas"
Lalu sampingnya "ehm sama juga mb, tidak berharap mendapat balasan dari oranglain"
Nah giliranku, aku tak tau apa yang ada di otakku, 4 pasang mata menatap ke arahku, ku jawab dengan sedikit ragu "melakukan segalanya karena Allah" sambil senyum senyum jawaban terlontar dari mulutku begitu saja
"Ya bener, ikhlas itu melakukan sesuatu karena Allah, jadi berharap imbalan boleh tapi dari Allah kayak berharap dapat pahala dan masuk surga. Itu termasuk ikhlas, jika semua hal kita lakukan ikhlas bisa jadi ibadah. Ibadah itu bukan hanya shalat, puasa, haji saja lho. Kita bersihin kamar karena Allah suka keindahan dan agar oranglain tidak berpikir muslimah yang jibabnya besar itu jorok itu juga ibadah" Penjelasan berlanjut dengan materi tapi aku lupa apa yang menjadi pembahasan murabbiahku saat itu. Kita fokus pada makna ikhlas saja ya.
Sebelum kejadian ini aku selalu memaknai ikhlas itu merelakan sesuatu. Sering kali ku katakan jika ada yang kehilangan sesuatu atau ditinggalkan orang tersayang ku katakan padanya "sudah ikhlaskan saja" padahal bukan itu makna ikhlas sesungguhnya, kalau itu namanya ridho.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada Hari Kiamat ialah seorang laki-laki yang mati syahid. Ia dihadapkan, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkannya pada berbagai nikmat yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya, dan ia pun mengakuinya. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya, ‘Apa yang telah engkau perbuat dengan berbagai nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Saya telah berperang karena-Mu sehingga saya mati syahid.’ Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Kamu bohongg. Kamu berperang agar namamu disebut-sebut sebagai orang yang pemberani. Dan ternyata kamu telah disebut-sebut demikian.’ Kemudian orang tersebut diperintahkan agar diseret pada wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”
Tidak terpatok oleh waktu, kita kumpul sebisanya saja, menyela diantara waktu kuliah dan praktikum. Harusnya kita merasa malu hanya memberikan waktu sisa untuk menuntut ilmu agama padahal Allah yang memberi waktu begitu banyak, 1 hari 24 jam tapi berapa jam yang kita berikan untuk Sang Pencipta? Lalu dengan berani kita katakan hidup ini harus seimbang antara dunia dan akhirat. Penyesalan memang selalu ada namun tak lupa rasa syukur menemani kita karena Allah memilih kita diantara banyaknya manusia untuk menuntut ilmu-Nya. Inilah nikmat yang tidak didapat di tempat lain, kita temukan ketentraman saat berada di taman taman surga (majelis ilmu).
Sore itu sama seperti sore sebelumnya, suasana terasa sunyi karena penghuni kampus sudah pergi, kegiatan belajar mengajar sudah sepi. Kali ini murabbiah ingin membahas tentang materi ikhlas. Sebuah pertanyaan tentang pengertian ikhlas menjadi pembuka materinya. Aku yang belum banyak tau tentang agama hanya termenung bingung saat pertanyaan itu terlontarkan. Namun yang membuatku sedikit lega jawaban dimulai dari arah kanan, sedang aku duduk dipaling kiri jadi Alhamdulillah aku terakhir, ada kesempatan untukku berpikir.
Teman yang duduk paling kanan menjawab "ikhlas itu memberi sesuatu tanpa berharap imbalan"
Giliran teman sampingnya "menerima segala yang Allah takdirkan, kayak kehilangan sesuatu harus ikhlas"
Lalu sampingnya "ehm sama juga mb, tidak berharap mendapat balasan dari oranglain"
Nah giliranku, aku tak tau apa yang ada di otakku, 4 pasang mata menatap ke arahku, ku jawab dengan sedikit ragu "melakukan segalanya karena Allah" sambil senyum senyum jawaban terlontar dari mulutku begitu saja
"Ya bener, ikhlas itu melakukan sesuatu karena Allah, jadi berharap imbalan boleh tapi dari Allah kayak berharap dapat pahala dan masuk surga. Itu termasuk ikhlas, jika semua hal kita lakukan ikhlas bisa jadi ibadah. Ibadah itu bukan hanya shalat, puasa, haji saja lho. Kita bersihin kamar karena Allah suka keindahan dan agar oranglain tidak berpikir muslimah yang jibabnya besar itu jorok itu juga ibadah" Penjelasan berlanjut dengan materi tapi aku lupa apa yang menjadi pembahasan murabbiahku saat itu. Kita fokus pada makna ikhlas saja ya.
Sebelum kejadian ini aku selalu memaknai ikhlas itu merelakan sesuatu. Sering kali ku katakan jika ada yang kehilangan sesuatu atau ditinggalkan orang tersayang ku katakan padanya "sudah ikhlaskan saja" padahal bukan itu makna ikhlas sesungguhnya, kalau itu namanya ridho.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada Hari Kiamat ialah seorang laki-laki yang mati syahid. Ia dihadapkan, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkannya pada berbagai nikmat yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya, dan ia pun mengakuinya. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya, ‘Apa yang telah engkau perbuat dengan berbagai nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Saya telah berperang karena-Mu sehingga saya mati syahid.’ Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Kamu bohongg. Kamu berperang agar namamu disebut-sebut sebagai orang yang pemberani. Dan ternyata kamu telah disebut-sebut demikian.’ Kemudian orang tersebut diperintahkan agar diseret pada wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”
“Selanjutnya adalah orang yang mempelajari ilmu, mengajarkannya, dan membaca Alquran. Ia dihadapkan, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkannya pada berbagai nikmat yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya, dan ia pun mengakuinya. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya, ‘Apa yang telah engkau perbuat berbagai nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Saya telah mempelajari ilmu, mengajarkannya, dan membaca Alquran karena-Mu.’ Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Kamu bohongg. Akan tetapi kamu belajar agar kamu disebut-sebut sebagai orang alim dan kamu membaca Alquran agar kamu disebut-sebut sebagai seorang qari’, dan kenyataannya kamu telah disebut-sebut demikian.’ Kemudian orang tersebut diperintahkan agar diseret pada wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”
“Kemudian seorang yang diberi keleluasan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dikaruniai beragam harta benda, lantas ia dihadapkan, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada dirinya. Ia pun mengakuinya. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala bertanya, ‘Apa yang telah engkau perbuat dengan berbagai nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Saya tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang Engkau buka melainkan pasti saya berinfak padanya karena-Mu.’ Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Kamu bohong. Akan tetapi kamu melakukan hal tersebut agar kamu disebut-sebut sebagai orang yang dermawan. Dan kenyataan kamu telah disebut-sebut demikian.’ Kemudian orang tersebut diperintahkan agar diseret pada wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.”
Begitu pentingnya ikhlas hingga tanpanya amal ibadah kita bisa membawa kita ke neraka. Karena syarat diterima ibadah adalah ikhlas dan i'tiba kepada Rasulullah, tanpa kedua itu ibadah kita seperti debu yang tertuip angin, hilang tak berbekas. Mari inteopeksi diri, jangan biarkan lelah terasa tapi pahala tak ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar